Jurnal Pemikiran Sosial Ekonomi

Partai Politik dan Demokrasi Presidensial

Bivitri Susanti
Harry Wibowo

Dalam proses transisi demokrasi pasca-Reformasi 1998, Indonesia mengalami semacam pergeseran dari sistem pemerintahan presidensial ke parlementer. Melalui serangkaian amandemen UUD 1945, kekuasaan parlemen didayagunakan. Walaupun Presiden dipilih langsung rakyat melalui pemilihan umum, namun karena electoral threshold dengan sistem multipartai, presiden hanya dapat menjalankan kekuasaan pemerintahannya secara efektif dan membentuk kabinet jika mendapat dukungan mayoritas fraksi di DPR dalam koalisi antarpartai politik. Bagaimana sebenarnya latar belakang dari wujud ketatanegaraan yang ada sekarang? Apa sumber masalah dari situasi “semi-presidensialisme” ini? Seberapa jauh partai politik mampu menjalankan fungsinya yang bukan sekadar meraih kekuasaan? Bagaimana membandingkan dua periode pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dengan pemerintahan Joko Widodo, dan masa depan kondisi ketatanegaraan kita? Apakah UUD 1945 perlu diamandemen kembali? Untuk membahas persoalan tersebut, pada akhir Juli 2016, Harry Wibowo, Redaktur Pelaksana Prisma mewancarai Bivitri Susanti, peneliti pada Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) serta pengajar pada Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera (STHI). Berikut petikannya: