Peristiwa 2 Desember 2016 (kemudian dikenal dengan ikon “212”) kerap dimaknai sebagai fase pasang naik populisme Islam. Negara sendiri memaknai Aksi Damai 212 itu sebagai momentum untuk memperlihatkan bahwa “radikalisme” membahayakan kehidupan berbangsa dan bernegara. Sementara itu, dalam perspektif kultural, dinamika politik era Reformasi cenderung dimaknai terpisah dari proses historis terkait relasi kekuasaan di Indonesia pasca-otoritarianisme. Implikasi dari pembacaan seperti itu adalah menguatnya kajian tentang Islam yang steril dari analisis ilmu sosial kritis dan tidak terkoneksi dengan totalitas yang berlangsung dalam ketegangan pertarungan sosial di Indonesia kontemporer.
Kata Kunci : demokrasi illiberal, oligarki, pendekatan kultural, populisme Islam, radikalisme