Menonjolnya penampilan agama di ruang publik menjadi salah satu pokok bahasan politik di era pasca-Orde Baru. Namun, bagaimana agama tampil di ruang yang lebih spesifik cenderung luput dari perhatian sebagian besar peneliti. Hanya sedikit kajian yang menelaah praktik keagamaan sebagai kekuatan pendorong terbentuknya gerakan anak muda urban. Di Jakarta masa kini, dengan menggunakan ruang kota untuk menegakkan otoritas keagamaan melalui berbagai cara baru, banyak aktor agamis yang mempraktikkan Sufisme. Alih-alih menangkap Sufisme sebagai praktik bersifat spiritual dan esoterik, tulisan ini menyingkap kemunculan suatu gerakan- Sufi yang berupaya mempertemukan Islam dengan dinamika kehidupan di kota. Penggambaran kota sekadar “wadah” bagi fenomena keagamaan umumnya membingkai gerakan Islam sebagai bentuk pelarian dari krisis kehidupan modern. Gerakan itu dipahami sebagai produk sampingan dari transformasi sosial-politik di tingkat nasional dan global.
Kata Kunci : Habib, Orde Baru, politik Islam, ruang kota, Sufisme