Setelah 25 tahun Reformasi 1998, wajar jika muncul pertanyaan apakah media di Indonesia sudah optimal memperjuangkan nilai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia? Dari ancaman sensor dan beredel ala Orde Baru, pendulum pers negeri ini tampak mengayun ekstrem ke arah komersialisasi, konten clickbait berorientasi search engine optimization (SEO) dan pendangkalan mutu jurnalisme. Dari sisi bisnis, konglomerasi perusahaan media yang mengarah pada oligopoli bakal menggerus kepercayaan publik pada berita. Salah satu pemicu kondisi tersebut adalah stagnannya reformasi internal dalam mengubah relasi kuasa di tingkat redaksi. Gagalnya kampanye serikat pekerja pers ditambah ketergantungan media pada iklan semata membuat independensi ruang redaksi kian tak terjaga. Ke depan, dibutuhkan jaminan adanya transparansi dan akuntabilitas media berbasis jurnalisme agar semua suara publik punya akses setara sampai ke para pemangku kepentingan. Ruang publik digital hanya bisa selamat jika fenomena hoaks dan pendengung (buzzer) diatasi bersama, dengan regulasi yang lebih baik dan teknologi digital seperti artificial intelligence.
Kata Kunci : disrupsi digital, independensi, kebebasan pers, reformasi media, serikat pekerja pers