Ringkasan tesis ini memaparkan tiga gelombang eksklusi lahan di beberapa desa Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Proses tersebut berkait kelindan dengan “kesepakatan” peralihan lahan di wilayah Kawasan Inti Pusat Pemerintahan Ibu Kota Negara (KIPP IKN) antara negara, pemegang konsesi kehutanan, dan penduduk asli. Perampasan lahan di wilayah itu terus berlangsung melalui berbagai regulasi dan “kemitraan” para oligark. Masalah tenurial klasik yang mendaku negara sebagai “pemilik” sah atas tanah justru mengubah fungsi lahan di antara penduduk asli, pemegang konsesi, dan negara, yang relatif leluasa memanfaatkan dan mengalokasikan lahan untuk para “pengguna baru.” Ada beberapa kesamaan dalam hal mekanisme gelombang eksklusi lahan sebelumnya yang dapat menandai keberangkatan eksklusi di masa depan dalam pembangunan megaproyek IKN.
Kata Kunci : eksklusi lahan, Ibu Kota Negara, Kalimantan Timur, transisi agraria