Farhan Helmy ialah aktivis lingkungan hidup selama lebih dari dua puluh tahun. Pada 2015, dia mengalami kecelakaan lalu lintas yang membuat kedua kakinya lumpuh. Bahkan, rentan terpapar Covid 19 selama tahun-tahun kritis (2019-2022). Dia mesti berdamai dengan dirinya yang nyaris putus asa; menerima sebagai penyandang disabilitas dengan segala kerentanannya. Farhan menemukan kembali asanya secara sosial.
Bersama teman-teman aktivis di Bandung, Farhan mendirikan dan membangun pergerakan disabilitas dan lansia (DILANS) Indonesia yang menggabungkan model kampanye dan advokasi kebijakan dengan pengorganisasian berbasis komunitas. Dalam tempo 3 tahun, DILANS berkembang menjadi gerakan sosial yang relatif berhasil mengampanyekan serta mengadvokasi perbaikan jalur pedestrian dan pemetaan spasial, setidaknya di Kecamatan Sumur Bandung.
Hingga saat ini puluhan orang (disable/non-disable) bergabung dalam DILANS tidak hanya sebagai anggota dan pendukung organisasi, tetapi juga relawan yang berupaya mewujudkan organisasi dan jaringan inklusif dengan berbagai program/proyek yang melibatkan Pemerintah Kota Bandung dan aparat dinas terkait agar menghormati hak-hak penyandang disabilitas dan lansia. Advokasi bisa berhasil jika berbasis pada data dan bantuan teknologi digital yang tersedia dan berada di tingkat komunitas warga.
Prisma berupaya menggali pengalaman dan kiprah DILANS melalui percakapan daring dengan Farhan Helmy yang dilakukan Pemimpin Redaksi Prisma Harry Wibowo akhir Oktober 2024. Berikut petikan wawancaranya.