Komoditisasi Jarak Pagar sebagai Tanaman Energi

BAGIKAN



Artikel ini merupakan sintesis singkat dari penelitian doktoral atas komoditisasi jarak pagar sebagai tanaman energi terbarukan di Indonesia yang berakhir dengan kegagalan. Analisis yang dilakukan terhadap komoditisasi tanaman tersebut dalam penelitian ini tidak hanya menyangkut soal faktor teknologi dan pasar, melainkan juga tentang aspek politik ekonomi dari proses komoditisasi itu. Analisis dilakukan terhadap motivasi serta jejaring para aktor yang terlibat untuk memahami pengalaman mereka dalam proses komoditisasi yang kemu- dian digunakan untuk memahami bagaimana proses komoditisasi dilakukan di Indonesia dan apa dampak dari proses tersebut terhadap mereka.

Kata Kunci: bahan bakar nabati, energi terbarukan, tanaman jarak pagar

 

        

Pada awal tahun 2000­an, jatropha curcas, yang dikenal di Indonesia se­ bagai tanaman “Jarak Pagar”,1   men­jadi fokus populer untuk investasi dan juga untuk kegiatan penelitian di bidang bahan bakar nabati. Pada periode tersebut, jarak pagar diperlakukan sebagai “tanaman ajaib” berdasarkan klaim bahwa tanaman ini ren­ dah perawatan dan cocok untuk segala kon­ disi tanah, terutama lahan kering. Oleh para pihak yang mempromosikannya, jarak pagar didaku unggul atas kelapa sawit, yang meru­ pakan pilihan sumber bahan bakar nabati konvensional. Hal itu karena jarak pagar bu­kanlah tanaman pangan dan dipercaya bisa tumbuh secara produktif di lahan­lahan ke­ ring, sehingga menghilangkan kekhawatiran bahwa budidaya dan penggunaan jarak pagar untuk bahan bakar akan berdampak pada pa­ sokan pangan, serta akan bersaing dengan tanaman pangan dalam pemanfaatan lahan­ lahan produktif. Selain itu, jarak pagar juga dipromosikan sebagai “tanaman uang” yang akan menghasilkan pendapatan besar serta konstan bagi para petani dan investor karena prospeknya sebagai sumber bahan bakar na­ bati utama bagi dunia.2

 

Kepopuleran tanaman jarak pagar pada periode itu sejalan dengan kecenderungan global yang berlangsung sejak dimulainya milenium baru untuk menemukan sumber energi terbarukan agar mengurangi ketergan­ tungan terhadap bahan bakar fosil yang se­ makin langka, mahal, dan polutif. Berbagai negara, termasuk Indonesia, terlibat dalam kecenderungan itu, dengan keyakinan bahwa ia merupakan bagian dari agenda menyeim­ bangkan kepentingan investasi, kesejah­ teraan, dan lingkungan–yang secara generik dibingkai dengan istilah populer “People Profit and Planet.”

Sayangnya, gembar­gembor dan promosi tentang prospek tanaman jarak pagar tidak dapat terwujud, baik secara ilmiah maupun komersial. Pada 2008, tanaman yang sebe­ lumnya populer dan didorong untuk dibudi­ dayakan di berbagai negara di Afrika, Asia Selatan, dan Asia Tenggara berubah menjadi sasaran kritik karena kegagalan berbagai proyek investasi jarak pagar sertastagnannya hasil­hasil penelitian untuk membuktikan potensi tanaman ini sebagai pilihan bahan bakar nabati yang menjanjikan.

Ketiadaan pasar riil untuk penggunaan minyak jarak pagar sebagai pengganti bahan bakar solar maupun minyak tanah, belum adanya teknologi budidaya yang memung­ kinkan jarak pagar dikembangkan secara komersial, dan masih belum ditemukannya teknologi pengolahan bahan bakar nabati berbasis jarak pagar yang sahih membuat semua gembar­gembor soal jarak pagar gugur dengan sendirinya. Catatan penting tentang hal ini adalah bahwa banyak propa­ ganda soal tanaman itu yang menjadi rujuk­ an pada masa “hype” berasal dari sejumlah laporan yang belum terverifikasi, yang mem­ besar­besarkan hasil penelitian awal tentang prospek tanaman ini.3 Sejatinya, belum banyak hasil penelitian ilmiah tentang potensi jarak pagar yang benar­benar bisa dijadikan sebagai acuan bernas.4

Selain itu, pembelajaran dari pengalaman pelaksanaan berbagai proyek budidaya jarak pagar untuk skala petani maupun investasi menunjukkan dampak negatif tanaman ini terhadap alih fungsi lahan pertanian serta hutan, adanya persaingan dengan tanaman pangan, dan dampak pemiskinan petani yang semuanya berbeda seratus delapan puluh derajat dari klaim propaganda atas tanaman ini.

Artikel ini merupakan ringkasan dari disertasi PhD saya di Universitas Leiden, Negeri Belanda, yang bertajuk “Deconstruc­ ting a Biofuel Hype: The Stories of Jatropha Projects in South Sulawesi, Indonesia”.5 Di­ sertasi tersebut membahas dan menganalisis tentang asal­usul “hype” beragam proyek jarak pagar di Indonesia dan penjelasan ten­ tang kejatuhannya. Diskusi dalam disertasi ini secara khusus didasarkan pada analisis terhadap sejumlah proyek jarak pagar yang dilaksanakan di Sulawesi Selatan pada ku­ run waktu 2006­2011. Berbeda dari anali­ sis umum tentang kegagalan proyek­proyek jarak pagar yang bertumpu pada penjelasan prospek ekonomi dan teknologi, analisis saya dalam disertasi itu diperluas dengan menggunakan analisis politik ekonomi yang mendalami faktor­faktor pendorong dan mo­ tivasi serta strategi pihak­pihak yang terlibat. Pemahaman bahwa introduksi tanaman se­ perti jarak pagar memiliki kaitan erat dengan relasi antara negara, modal, dan aktor­aktor masyarakat dalam hal motivasi, ekspektasi, dan strategi menjadi dasar analisis terhadap para aktor di proyek­proyek yang dikaji.

Analisis terhadap promosi tanaman jarak pagar di Indonesia dalam disertasi itu dimu­ lai dengan mengkaji konteks nasional dari proses pengenalan jarak pagar di Indonesia untuk memahami mengapa dan bagaimana tanaman ini memperoleh perhatian dan du­ kungan dari berbagai aktor. Analisis tingkat nasional ini mengkaji latar belakang ‘hype’ jarak pagar dan peran para aktor utama, yaitu pemerintah, akademisi, BUMN, inves­ tor swasta, LSM dan petani. Analisis dalam disertasi ini menemukan bahwa pengembang­an jarak pagar di Indonesia didasarkan pada berbagai klaim dan janji yang tidak memi­ liki dasar ilmiah yang kuat. Hal­hal tersebut diciptakan dan dimanfaatkan oleh para aktor utama untuk memengaruhi kebijakan­ke­ bijakan terkait jarak pagar, terutama peng­ alokasian anggaran dan lahan, serta untuk menciptakan beragam peluang seputar jarak pagar yang kemudian menjadi tujuan utama di luar produksi bahan bakar nabati dari tanaman ini.

Pembahasan tentang para aktor dalam disertasi itu menemukan jejaring yang amat luas dan saling terkait dari para aktor yang terlibat di dalam perbagai kegiatan negosiasi dan lobi dalam jejaring masing­masing un­ tuk menarik, meyakinkan, dan membujuk aktor­aktor lain melalui pengomunikasian dan penggunaan berbagai klaim meyakin­ kan. Beragam proyek yang dikaji diser­ tasi ini menampilkan pelbagai jejaring per­ sonal dari para aktor dalam masing­masing proyek yang memberikan mereka akses pada pendanaan maupun kerja sama permodalan dan akses terhadap sumber daya manusia, teknologi, serta lahan.

Sejumlah narasi positif disertai dengan pelbagai retorika yang kuat tentang potensi tanaman jarak pagar untuk mengatasi ma­ salah ekonomi, lingkungan, dan energi dise­ barkan oleh para aktor ke jejaring mereka dalam lingkaran pemerintah, politik, bisnis dan juga berbagai kampus tidak hanya di Indonesia, tetapi juga ke tingkat internasi­ onal. Waktu itu, ketertarikan yang sama pada potensi jarak pagar juga sangat kuat diser­ tai dengan ketersediaan pembiayaan, antara lain, dana kredit karbon untuk berbagai ke­ giatan, baik untuk tujuan komersial maupun kegiatan­kegiatan ilmiah.

Berbagai narasi dan retorika terkait po­ tensi jarak pagar menemukan tapak pada periode tersebut. Pada 2007, ketika Indo­ nesia serta dunia mengalami krisis energi, Presiden Soesilo Bambang Yoedhoyono menaruh minat amat besar pada pengem

bangan energi terbarukan, terutama bahan bakar nabati. Pemerintahan SBY kemudian menerbitkan “Cetak Biru Bahan Bakar Na­ bati Indonesia” dengan penekanan khusus pada pengembangan potensi jarak pagar yang dianggap sebagai tanaman paling men­ janjikan untuk produksi bahan bakar nabati. Tidak hanya soal energi terbarukan, tanaman jarak pagar juga diyakini sangat efektif untuk merehabilitasi lahan­lahan kritis dan peng­ gerak ekonomi perdesaan serta pengentasan kemiskinan.

Selama periode itu, pemerintah aktif mendukung pengembangan potensi jarak pagar. Pemerintah mengalokasikan besaran anggaran yang signifikan untuk berbagai ke­ giatan terkait jarak pagar, antara lain, peneli­ tian, pembibitan, perkebunan, pengolahan mi­nyak, pengadaan peralatan dan perlengkapan terkait jarak pagar (termasuk mesin penge­ presan biji dan kompor biji jarak pagar), serta pembuatan berbagai produk berbasis jarak pagar. Pengalokasian anggaran tersebut menjadi salah satu faktor daya tarik utama di luar produksi bahan bakar nabati dari tanam­ an jarak pagar bagi para aktor untuk ikut terlibat. Pengalokasian anggaran yang tidak terkoordinasi dan berbagai kegiatan sporadis yang dilakukan pemerintah di tingkat pusat dan daerah yang minim koordinasi dan per­ tanggungjawaban, menciptakan celah dan peluang bagi banyak aktor untuk sibuk me­ mikirkan kepentingan pribadi, termasuk ko­ rupsi.

 

Dengan absennya pasar yang nyata untuk bahan bakar nabati berbasis tanaman jarak pagar, maka keberadaan peluang di luar produksi bahan bakar nabati yang dinikmati oleh para aktor kemudian membawa penger­ tian baru atas kegagalan yang terjadi. Analisis terhadap hal itu menyimpulkan bahwa kega­ galan yang terjadi dalam berbagai proyek atau kegiatan terkait jarak pagar yang dikaji diser­ tasi ini mungkin tidak bersifat mutlak karena adanya keuntungan pribadi yang dinikmati kendati produksi bahan bakar nabati berbasis jarak pagar tidak terealisasikan.

Penelitian tentang sejumlah proyek jarak pagar dalam disertasi ini menemukan bahwa para aktor yang bergiat di proyek­proyek tersebut umumnya menyadari tentang masih tidak jelasnya prospek jarak pagar sebagai sumber bahan bakar nabati serta masih ter­ batasnya perkembangan teknologi pertanian dan teknologi pengolahan. Hal itu membuat mereka berhati­hati dan tidak memiliki visi serta rencana jangka panjang atas kegiatan yang dilakukan, baik investasi komersial ser­ ta kegiatan pemberdayaan masyarakat oleh LSM dan pemerintah maupun kegiatan­ke­ giatan lain terkait tanaman jarak pagar. Seba­ gian besar proyek dan kegiatan kemudian di­ jalankan dalam bentuk proyek uji coba atau percontohan yang mencerminkan karakteris­ tik jangka pendek dari proyek dan kegiatan tersebut.

Bentuk proyek uji coba tersebut memu­ dahkan pengujian budidaya tanaman jarak pagar di lapangan, baik bagi investor, peme­ rintah, LSM, ataupun lembaga penelitian, karena adanya pemahaman bersama tentang sifatnya yang berjangka pendek dan uji coba yang membuat semua pihak lebih mudah me­ nerima jika proyek tersebut dihentikan untuk berbagai alasan. Apalagi, untuk “komodi­ tas” baru seperti jarak pagar yang dimafhu­ mi berisiko gagal yang tinggi. Pelaksanaan dalam bentuk proyek uji coba secara efektif akan meminimalisasi ekspektasi para pihak yang terlibat serta membatasi mereka pada keuntungan langsung yang bisa diperoleh dari pelaksanaan proyek uji coba tersebut, misalnya, keuntungan sewa tanah bagi para pemilik lahan dan gaji serta upah bagi para pekerja yang terlibat. Bagi para pemilik dan manajer proyek­proyek investasi komersial, kucuran dana investor untuk komoditas yang belum punya kejelasan seperti tanaman jarak pagar menjadi peluang untuk mengeruk keun­ tungan yang sangat besar.6 Terlebih lagi jika jenis investasi yang ditanamkan di proyek­ proyek tersebut adalah dana hibah yang waktu itu tersedia dari anggaran pemerintah dan dana­dana insentif global untuk pelestari­ an lingkungan dan energi terbarukan, seperti dana kredit karbon.

Penelitian terhadap proyek­proyek budi­ daya komersial tanaman jarak pagar dalam disertasi ini menyimpulkan bahwa sifat jangka pendek dan pelaksanaan dalam ben­ tuk proyek uji coba dari kegiatan budidaya komersial tersebut yang menjelaskan me­ ngapa tidak terjadi perubahan fundamental terhadap struktur pertanian di lokasi­lokasi proyek. Walaupun terjadi alih fungsi lahan pertanian untuk budidaya tanaman jarak pagar, hal tersebut hanya berlangsung se­ mentara selama pelaksanaan proyek, ber­ skala terbatas, dan tidak mengakibatkan peralihan kepemilikan lahan sebagaimana lazimnya proyek­proyek tanaman komoditas yang melibatkan investor.

Walaupun demikian, penting untuk di­ garisbawahi bahwa dampak negatif dari se­ rangkaian proyek budidaya komersial tanam­ an jarak pagar juga tetap terjadi. Hal itu terutama dirasakan oleh petani yang terlibat. Meskipun mereka mendapat bayaran karena terlibat dalam proyek­proyek tersebut dan juga menerima insentif berupa pupuk serta peralatan pertanian, namun banyak di antara mereka juga melakukan investasi tambah­an karena terbujuk oleh klaim dan janji me­ ngenai prospek jarak pagar sebagai sumber bahan bakar nabati. Mereka juga mengalami kerugian tatkala mengalihkan kembali lahan pertanian ke tanaman asal. Mereka harus membiayai sendiri pembersihan lahan dari tanaman jarak pagar yang ada di sana.

Salah satu kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa pasang surut yang dialami oleh tanaman jarak pagar berbeda dari sik­ lus pasang surut yang lazim dialami oleh tanaman­tanaman komoditas. Hal itu kare­ na jarak pagar belum bisa dikategorikan se­ bagai tanaman komoditas karena semua as­ pek tentang tanaman ini masih dalam tahap pengembangan yang terbatas. Segala hiruk­ pikuk di seputar tanaman itu lebih merupa­ kan fenomena hype di mana sebagian besar klaim dan propaganda tidak memiliki dasar ilmiah yang kuat. Hal utama yang membe­ dakan jarak pagar dari tanaman­tanaman ko­ moditas adalah promosi tanaman jarak pagar lebih didasarkan pada faktor­faktor non­pa­ sar, yaitu ketersediaan insentif, subsidi, dan pendanaan. Sementara siklus pasang surut tanaman­tanaman komoditas, seperti kelapa sawit, kakao, kopi, dan porang (amorpho- phallus muelleri), dominan didorong oleh mekanisme pasar yang berbasis permintaan dan penawaran.

Tujuan penelitian ini adalah mengkaji dan memperoleh pembelajaran dari pengalaman proyek­proyek tanaman jarak pagar untuk pengembangan bahan bakar nabati. Temuan­ temuan yang ditampilkan dalam disertasi ini menghasilkan kesimpulan bahwa penyiapan dan pemanfaatan tanaman untuk menjadi sumber bahan bakar nabati akan memerlu­ kan proses serta komitmen jangka panjang semua aktor yang akan terlibat. Semua pilih­ an sumber bahan bakar nabati harus melalui fase ujicoba terhadap aspek­aspek lingkung­ an, sosial, dan ekonomi. Karena itu, secara ideal diperlukan sumber daya yang memadai untuk meneliti dan menguji coba budidaya tanaman dan teknologi produksi bahan bakar.

Proses tersebut juga wajib melibatkan per­ spektif pasar di seluruh tahapan, mulai dari tahap penelitian hingga pemasaran produk. Itu untuk memastikan bahwa munculnya suatu produk benar­benar didorong oleh me­ kanisme pasar dan bukan sebuah fenomena hype yang didorong oleh aksi spekulasi mengejar keuntungan instan yang menyertai produk tersebut. Karena itu, semua proses mutlak disertai dengan instrumen kebijakan pengembangan bahan bakar nabati yang se­ laras dan konsisten.

Dalam hal budidaya, selama belum layak untuk dilakukan secara komersial, pelibatan petani dianjurkan hanya sebatas   proyek uji coba dengan melindungi mereka dari manipulasi dan segala risiko, antara lain, kehilangan lahan maupun risiko terhadap ketahanan pangan yang terbukti terjadi di periode hype jarak pagar dan di berbagai kasus introduksi tanaman komoditas—ter­ masuk yang digadang­gadang untuk energi terbarukan.

Pencarian jenis tanaman yang dianggap sesuai untuk dijadikan sumber bahan bakar nabati yang berkesinambungan akan terus menjadi fokus dunia internasional. Karena itu, kecermatan tentang peluang dan dampak risiko pada konteks sosial, ekonomi, poli­ tik, dan ekologi menjadi hal mutlak. Selain peluang menjadi sumber energi terbarukan dan juga sumber penghasilan, kita harus ju­ jur dan terbuka terhadap segala risiko yang melekat pada proses komoditisasi tanaman, seperti dinamika pasang surut pasar, kegagal­ an panen, harga yang merosot, dan skema usaha serta kemitraan yang merugikan. Oleh karenanya merupakan hal penting untuk memastikan transparansi informasi tentang proses komoditisasi tersebut bagi semua aktor yang terlibat, termasuk para petani di tingkat lapangan, agar semua pihak paham tentang peluang dan risiko sehingga bisa me­ nyesuaikan ekspektasi sesuai dengan tahap­ an perkembangan teknologi dan pasar yang dihadapi.

 

 

EDISI

Globalisasi Digital: Tantangan Ekonomi Politik Indonesia | 40 | 2021-02-02

BAGIKAN


Beli Prisma Cetak

Dapatkan prisma edisi cetak sekarang dengan klik dibawah ini

Webstore

Berlangganan Newsletter