Konstruksi Islam selama dua dekade wacana Global War on Terror (GWOT) dan demokrasi neoliberal pasca-Orde Baru membentuk wajah Islam yang terdepolitisasi—Islam tanpa agensi. Proyek depolitisasi Islam Indonesia itu melahirkan situasi yang paradoksal. Pada satu sisi, Islam politik dalam negeri terpolarisasi dan saling berkontestasi, menghasilkan konstruksi “Islam Damai” sebagai kekuatan dominan dan “Islam Radikal” sebagai ancaman demokrasi. Sementara itu, konstruksi keamanan dan kebudayaan atas Islam dalam wacana GWOT telah berkontribusi menjadikan politik identitas sebagai matriks wacana politik elektoral. Pada sisi lain, karena terkunci dalam kontestasi domestik, artikulasi Islam Indonesia dalam geopolitik dunia lebih menjadi agenda promosi keberagaman tanpa proaksi strategis untuk mengoreksi akar masalah konflik yang mendera umat muslim dan dunia selama periode perang melawan terorisme. Politik Islam seharusnya segera melakukan reorientasi untuk proyeksi baru keagensian Islam Indonesia dalam perubahan menuju tata dunia pasca-unipolarisme. Reorientasi itu menjadi mendesak karena saat ini berlangsung perubahan isu strategis global, konstruksi ancaman, dan meningkatnya peran negara dan kawasan.
Kata Kunci : geopolitik, GWOT, Islam Damai, Islam politik, pasca-unipolarisme