Reformasi desentralisasi dan otonomi daerah dalam satu dasawarsa terakhir disertai adanya “anomali” konsep dan kebijakan yang berimplikasi kontra produktif. Pemerintah terus menerus memproduksi kebijakan “pragmatis-parsialistik” yang dibangun atas “penggalan peristiwa”, dengan tujuan merespons persoalan politik dan ekonomi sesaat. Di kalangan akademikus muncul gejala “bias diagnostik” dalam memaknai realitas desentralisasi dan otonomi daerah. Cara ini sulit menjawab persoalan bangsa. Solusi yang tepat adalah membangun pemahaman terhadap “rangkaian peristiwa” dan harus dikaitkan dengan dinamika pergeseran relasi negara – masyarakat dalam konteks gerakan “reformasi”.
Kata Kunci : None
Reformasi desentralisasi dan otonomi daerah dalam satu dasawarsa terakhir disertai adanya "anomali" konsep dan kebijakan yang berimplikasi kontra produktif. Pemerintah terus menerus memproduksi kebijakan "pragmatis-parsialistik" yang dibangun atas "penggalan peristiwa", dengan tujuan merespons persoalan politik dan ekonomi sesaat. Di kalangan akademikus muncul gejala "bias diagnostik" dalam memaknai realitas desentralisasi dan otonomi daerah. Cara ini sulit menjawab persoalan bangsa. Solusi yang tepat adalah membangun pemahaman terhadap "rangkaian peristiwa" dan harus dikaitkan dengan dinamika pergeseran relasi negara masyarakat dalam konteks gerakan "reformasi".